Pendekatan promosi kesehatan



A.   PENDEKATAN DALAM PROMOSI KESEHATAN  

“We learn from the past days, we belong to the present,
and with the guidance from the Almighty we build our tomorrow”
(A wise person’s saying)

 Di era milenium ini, setiap hari bahkan setiap saat, kepada kita disajikan perbagai macam iklan atau upaya pemasaran perbagai macam produk dan jasa. Iklan-iklan itu dengan gencarnya menyapa kita melalui berbagai media, terutama TV dan radio. Melalui internet, iklan-iklan itu juga datang silih berganti. Iklan juga menyergap kita melalui telepon seluler. Jangan ditanya iklan melalui surat kabar dan majalah. Juga melalui film layar lebar di gedung bioskop. Iklan-iklan juga mejeng secara mentereng melalui billboard, spanduk, umbul-umbul, dll. Tentu saja iklan juga muncul melalui poster, leaflet atau brosur. Belum lagi iklan melalui selebaran yang secara berdesakan nongol di tembok-tembok, tiang listrik/telepon, pagar rumah, dll. Ada juga iklan yang disamarkan melalui tulisan ilmiah atau tulisan populer. Jangan dilupakan iklan atau pemasaran produk atau jasa yang dikemas secara sangat professional dalam bentuk pameran, seminar atau pertemuan. Belum lagi iklan atau upaya pemasaran yang dilakukan secara agresif melalui tatap mula langsung dari rumah ke rumah dan secara berantai (multy level marketing). Demikian pula upaya yang dilakukan melalui loby kepada pelbagai pihak, khususnya pengambil kebijakan, agar produk atau jasanya dapat dipergunakan oleh khalayak luas. Dan masih banyak lagi cara-cara kreatif yang dilakukan dalam rangka menjajakan suatu produk atau jasa. Upaya-upaya itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lakunya suatu produk atau jasa. Produk atau jasa apa saja, termasuk produk atau jasa di bidang kesehatan serta produk dan jasa yang merugikan kesehatan seperti rokok, minuman keras, obat-obatan yang tidak layak, dll. Itu semua termasuk upaya pemasaran atau upaya untuk mempromosikan produk atau jasa. Pada zaman dulu upaya itu disebut propaganda.
 Istilah propaganda sering dikaitkan dengan bidang politik. Namun sebenarnya tidak selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk kesehatan. Di zaman pra dan awal kemerdekaan dulu propaganda masalah kesehatan itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara propaganda itulah yang dilakukan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan. Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community organization).
Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan kesehatan” itu berubah menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”. Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang merupakan arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang, yang antara lain menampakkan wujudnya dalam bentuk pemasaran atau iklan, yang marak pada era milenium ini.
 Perjalanan dari propaganda, kemudian menjadi pendidikan, lalu penyuluhan dan sekarang promosi kesehatan itu, merupakan sejarah. Dalam perjalanan dari waktu ke waktu itu ada kejadian atau peristiwa yang patut dikenang, dan ada cerita atau kisah yang menarik, mengharukan, atau juga lucu. Tetapi yang penting pastilah ada hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” yang dapat diangkat dari rentetan kisah atau cerita itu. Hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” itu tentulah sangat besar manfaatnya bagi kita semua, terutama generasi muda yang merupakan penerus pembangunan bangsa tercinta ini. Kebijaksanaan itu pula yang rasanya patut sekali dapat dimiliki oleh para pembuat kebijakan, yang menentukan arah perkembangan negara kita di masa y.a.d. Demikianlah, maka sejarah atau perkembangan tentang promosi kesehatan di Indonesia itu perlu dituliskan. Penulisan sejarah atau perkembangan promosi kesehatan di Indonesia itu dirasakan semakin perlu karena nampaknya sejarah berulang. Apa yang kita pikirkan sekarang, rupanya sudah pernah dipikirkan bahkan dilaksanakan pada waktu yang lalu. Melalui tulisan ini diharapkan kita dapat lebih cepat belajar dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan pada waktu yang lalu itu.
 Dengan demikian yang dimaksud dengan sejarah di sini bukan dalam arti rentetan peristiwa dalam tanggal, bulan dan tahun. Tetapi sejarah adalah uraian tentang peristiwa nyata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa untuk disimpulkan manfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan yang akan datang. Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan. Dalam kaitan itu beberapa negara sedang ribut dalam penulisan sejarah ini. Korea, Jepang dan China berebut meluruskan sejarah dengan versi masing-masing. Pemerintah RI sejak merdeka sampai sekarang juga sangat berkepentingan dengan penulisan sejarah. Ini menunjukkan bahwa sejarah sering dibuat untuk kepentingan sesaat demi pemenuhan si pembuat sejarah. Seharusnyalah bahwa sejarah itu netral. Yang penting adalah tentang pembelajaran sejarah. Makna, nilai atau kebijaksanaan apa yang dapat ditangkap di balik kejadian atau rentetan peristiwa itu. Para pembacalah yang menganalisis sendiri, menyimpulkan dan mengambil makna sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan bagi langkah-langkah tindakannya masa kini dan yang akan datang.
Sejarah, menurut Prof Nugroho Notosutanto, mengandung dua hal: fakta dan persepsi. Di satu pihak merupakan rentetan peristiwa berdasar fakta. Tekanannya pada uraian fakta yang bersifat deskriptif. Di pihak lain sejarah juga merupakan persepsi dari para pelaku, para saksi dan para pengamatnya. Tekanannya berupa analisis peristiwa bahkan dilanjutkan dengan prediksi ke depan. Demikianlah, maka sejarah perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia ini ditulis senetral dan seobyektif mungkin berdasarkan fakta sesuai rentetan peristiwa.
Namun demikian juga tidak dapat dihindari adanya pandangan subyektif berupa analisis dan prediksi dari para pelaku, para saksi atau pengamat yang kebetulan menjadi penulisnya. Sikap subyektif ini ditekan seminimal mungkin karena buku ini ditulis oleh satu tim yang terdiri dari berbagai unsur dan lintas generasi. Selanjutnya kebenaran deskripsi fakta, analisis dan prediksi tim penulis ini diserahkan sepenuhnya kepada para pembaca. Para pembaca buku ini dapat siapa saja : para pengambil kebijakan, praktisi lapangan, kalangan Perguruan Tinggi khususnya mahasiswa, kalangan ilmuwan, para profesional, media massa, dan lain-lain. Melalui tulisan ini, para pembaca diharapkan dapat menangkap makna, nilai atau kebijaksanaan di setiap peristiwa itu dan memanfaatkannya untuk menghadapi masalah sekarang dan yang akan datang, untuk peningkatan kesehatan masyarakat pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Setidak-tidaknya tulisan ini diharapkan dapat menjadi dokumen tertulis yang memperkaya dokumen-dokumen lain, yang ternyata tidak banyak jumlahnya.
Buku tentang sejarah atau perkembangan Promosi Kesehatan ini diberi nama “Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia”, dengan sub judul: “Dari Propaganda, Pendidikan dan Penyuluhan Sampai Promosi Kesehatan”. Ini berarti bahwa meskipun buku ini ditulis berdasar rentetan peristiwa, tetapi yang ingin diungkap terutama adalah makna yang dapat ditarik dari balik rentetan peristiwa itu. Maka periodesasi atau kurun waktu perjalanan promosi kesehatan dikaitkan dengan isu yang mengemuka serta “widom” yang dapat dipetik di setiap periode atau kurun waktu itu. Sekali lagi yang diharapkan dari buku ini adalah bahwa pembaca dapat belajar dari masa lalu, untuk menghadapi masalah sekarang, serta terutama untuk menjajagi dan proaksi masa depan, sebagaimana dikatakan oleh orang bijak yang dikutip pada awal tulisan ini.
 Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami perkembangan. Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan “Ottawa Charter”), oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan sebagai: “the process of enabling people to control over and improve their health”. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya”. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada konferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: “Health promotion is the process of enabling people to increase control over their health and its determinants, and thereby improve their health” (dimuat dalam The Bangkok Charter). Definisi baru ini belum dibakukan bahasa Indonesia. Selain istilah Promosi Kesehatan, sebenarnya juga beredar banyak istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa dengan istilah promosi kesehatan, seperti : Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Pemasaran sosial, Mobilisasi sosial, Pemberdayaan masyarakat, dll. Istilah-istilah tersebut juga akan diulas dalam buku ini, dalam bab-bab yang berkaitan.
 Buku ini terdiri dari 11 bab. Masing-masing bab, mulai bab II sampai dengan bab V mencoba menceritakan : peristiwa atau kejadian secara ringkas pada waktu itu, pemikiran atau konsep yang mengemuka, pengalaman empirik di lapangan, tokoh atau figur yang menonjol, serta pelajaran yang dapat ditarik dari episode itu. Dalam beberapa bab itu ada juga diselipkan cerita atau kisah ringan yang merupakan kenangan khusus pada waktu itu. Sedangkan bab VI khusus bercerita tentang perkembangan Promosi Kesehatan dari segi organisasi, yang mengalami pasang surut. Pernah menjadi jabatan yang berada langsung di bawah Menteri Kesehatan (dapat disebut setara eselon I) di awal kemerdekaan, pernah pula menjadi eselon III pada era 1960-1970 an.
Kemudian menjadi beberapa unit eselon II. Bab VII bercerita tentang perkembangan Pendidikan Kesehatan di Perguruan Tinggi, baik di Jakarta maupun di kota-kota lain, juga yang ada di PT Swasta. Bab VIII bercerita tentang perkembangan tenaga profesional Penyuluh atau Promosi Kesehatan, yang ternyata juga sudah dimulai di zaman awal kemerdekaan dulu, sampai pengembangannya secara besar-besaran pada era 1970 an dan terus berlangsung sampai sekarang. Dalam bab itu juga dikisahkan perkembangan organisasi profesi Tenaga Penyuluh Kesehatan, baik sebagai jabatan profesional di lingkungan pemerintahan, maupun sebagai organisasi profesi yang juga mempunyai hubungan dengan organisasi sejenis di luar negeri. Bab IX tentang Proaksi Promosi Kesehatan di masa depan. Secara ringkas diuraikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dengan dilatar belakangi analisis situasi dan kecenderungan ke depan. Di dalamnya termasuk kaitannya dengan “the Bangkok Charter” yang dihasilkan dalam Konferensi Dunia Promosi Kesehatan ke-enam di Bangkok, Thailand pada bulan Agustus 2005. Bab X mencoba mendokumentasikan kesan dan pesan dari para pelaku atau mereka yang terkait dengan upaya promosi kesehatan, baik yang berada di Jakarta maupun di kota-kota lain, yang berada di unit promosi kesehatan atau di unit lainnya, di pemerintahan dan di luar pemerintahan. Terakhir bab XI adalah bab Penutup, yang juga memuat kesimpulan dan sumbang saran yang berkaitan dengan promosi kesehatan untuk masa sekarang dan yang akan datang. Dalam beberapa bab terasa terjadi pengulangan, tetapi hal itu tidak dapat dihindari, bahkan semoga dapat memperkuat cerita. Ini sesuai dengan salah satu jargon Health Education, bahwa “Education is reenforcement”.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    STRATEGI GLOBAL
Strategi global promosi kesehatan diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1984, di mana ada tiga strategi pokok untuk mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan yaitu Advokasi, Dukungan Sosial (Social Support), dan Gerakan Masyarakat (Empowerment).
Advokasi
Melakukan pendekatan atau lobi (lobbying) dengan para pembuat keputusan agar mereka menerima commited dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan kebijakan atau keputusan-keputusan untuk membantu dan mendukung program yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini disebut advokasi. Dengan kata lain, advokasi dapat diartikan sebagai upaya pendekatan (approaches) terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Dalam pendidikan kesehatan para pembuat keputusan baik baik di tingkat pusat maupun daerah disebut sasaran tersier. Bentuk kegiatan advokasi bias dilakukan secara  formal dan informal.
           Bentuk kegiatan advokasi antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Lobi politik (political lobbying)
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang akan dilaksanakan. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dimulai dari penyampaian masalah kesehatan yang ada, dampak dari masalah kesehatan, kemudian solusi untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut. Pada saat lobi harus disertai data yang akurat (evidence based) tentang masalah kesehatan tersebtu.
2.      Seminar dan atau persentasi
Seminar atau persentasi menyajikan masalah kesehatan di hadapan para pembuat keputusan baik lintas program maupun lintas sektoral. Penyajian masalah kesehatan disajikan secara lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program dan pemecahannya. Kemudian masalah tersebut dibahas bersama-sama dan pada akhirnya akan diperoleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan.
3.      Media
Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan media, khusunya media massa (media cetak dan media elektronik). Masalah kesehatan disajikan dalam bentuk tulisan dan gambar, berita, diskusi interaksif, dan sebagainya. Media massa mempunyai kemampuan yang kuat untuk membentuk opini publik dan dapat mempengaruhi bahkan merupakan tekanan (pressure) terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan.
4.      Perkumpulan (asosiasi) peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau keterkaitan terhadap masalah tertentu, termasuk juga perkumpulan profesi. Misalnya perkumpulan masyarakat peduli AIDS, kemudian kelompok ini melakukan kegeiatan-kegiatan untuk menanggulangi AIDS. Kegiatan tersebut dapat memberikan dampak terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil para birokrat di bidang kesehatan dan para pejabat lain untuk peduli HIV/AIDS.

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan para penentu kebijakan atau para pembuat keputusan sehingga mereka memberikan dukungan, baik kebijakan, fasilitas, maupun dana terhadap program yang ditawarkan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang dapat memperkuat argumentasi pada saat melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut :
1.      Meyakinkan (credible)
Program yang ditawarkan harus meyakinkan para penentu kebijakan dan pembuat keputusan. Oleh karena itu, harus didukung oleh data dari sumber yang dapat dipercaya. Dengan kata lain program yang diajukan harus didasari oleh permasalahan yang utama dan factual artinya masalah tersebut memang ditemukan di lapangan dan penting untuk segera diatasi. Kalau tidak diatasi akan membawa dampak yang lebih besar dari masyarakat.
2.      Layak (feasible)
Program yang diajukan harus tersebut secara teknis, politik, dan ekonomi harus memungkinkan atau layak. Layak secara teknis artinya program tersebut dapat dilaksanakan dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Layak secara politik artinya program yang diajukan tidak akan membawa dampak politik pada masyarakat. Layak secara ekonomi artinya program tersebut didukung oleh dana yang cukup, dan apabila program tersebut merupakan program layanan, maka masyarakat mampu membayarnya
3.      Relevan (relevant)
Program yang diajukan tersebut minimal harus mencakup dua kriteria yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat dan benar-benar dapat memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat. Oleh sebab itu semua program harus ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat dengan cara membantu pemecahan masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.      Penting (urgent)
Program yang diajukan tersebut harus mempunyai urgensi yang tinggi dan harus segera dilaksanakan, kalau tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Oleh sebab itu, program yang diajukan adalah program yang paling penting di antara program-program yang lain.
5.      Prioritas tinggi (high priority)
Program mempunyai prioritas tinggi  apabila feasible baik secara teknis, politik maupun ekonomi, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memecahkan masalah kesehatan masyarakat
Dukungan Sosial (Social Support)
Strategi dukungan social adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan social melalui  tokoh masyarakat (toma), baik formal maupun informal. Kegiatan mencari dukungan social melalui toma pada dasarnya adalah menyosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program kesehatan. Oleh sebab itu, strategi ini dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan yaitu upaya  untuk membuat suasana atau iklim yang kondusif atau menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa bentuk kegiatan tersebut adalah pelatihan-pelatihan  para toma, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Sasaran pada dukungan social adalah sasaran sekunder.

Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan masyarakat artinya adalah mengembangkan kemampuan masyarakat agar dapat berdiri sendiri, serta memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utamanya adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk kegiatannya antara lain penyuluhan kesehatan, pengembangan masyarakat, dan sebagainya. Sasaran gerakan masyarakat adalah sasaran primer.

B.     STRATEGI BERDASARKAN OTTAWA CHARTER
Konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada, pada tahun 1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Pada Piagam Ottawa dirumuskan strategi pendekatan promosi kesehatan yang terdiri atas lima butir yaitu sebagai berikut :
1.      Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health Public Policy).
Strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para penentu atau pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan public yang mendukung atau menguntungkan kesehatan. Dengan kata lain, agar kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, peerundangan, surat keputusan dan sebagainya selalu berorientasi kepada kesehatan public, misalnya undang-undang/peraturan tenaga kerja yang mengatur adanya cuti bagi tenaga kerja wanita yang akan melahirkan, undang-undang/peraturan tentang perlindungan terhadap tenaga kerja yang mau bekerja di luar negeri, undang-undang/peraturan tentang analisis dampak lingkungan pada saat akan mandirikan pabrik, dan sebagainya.
2.      Lingkungan yang Mendukung (Supportive Environment)
Tujuan promosi kesehatan tidak akan tercapai apabila tidak ada lingkungan yang mendukung kesehatan. Oleh karena itu, strategi ini ditujukan bagi siapapun para pengelola tempat umum, baik itu pemerintah maupun swasta, agar mereka menyediakan sarana, prasarana, atau fasilitas yang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau pengunjung tempat umum. Lingkungan yang mendukung kesehatan bagi tempat umum antara lain adalah tersedianya ruangan unruk menyusui bayi di mall sehinggaprogram ASI eksklusuf akan berhasil, tersedianya tempat buang air besar/kecil dengan air bersih bagi pekerja pabrik wanita, tersedianya ruangan merokok, tempat sampah, dan sebagainya.
3.      Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service)
Masyarakat memahami bahwa dalam pelayanan kesehatan ada istilah provider atau penyelenggaraan kesehatan yaitu pemerintah dan swasta termasuk juga petugas kesehatan dan consumer atau pemakai/pengguna pelayanan kesehatan yaitu masyarakat. Pemahaman seperi ini harus diubah atau reorientasi, bahwa masyarakat bukan hanya sekedar pengguna atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga penyelenggara pelayanan kesehatan harus melibatkan masyarakat bahkan memberdayakan masyarakat agar bersama-sama dalam meningkatkan derajat kesehatan.
4.      Keterampilan Individu (Personel Skill)
Individu merupakan bagian dari masyarakat, apabila individu terampil mengenai kesehatan, maka kesehatan masyarakat pun akan terwujud. Strategi promosi kesehatan untuk mewujudkan keterampilan individu memelihara dan meningkatkan kesehatan sangatlah penting. Langkah awalnya adalah dengan memberikan pemahaman-pemahaman kepada anggota masyarakat tentang cara-cara memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengenal penyakit dan sebagainya. Metode dan teknis pemberian pemahaman lebih bersifat individual daripada kelompok. Sebagai contoh : ibu hamil tahu mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan dan akan segera ke petugas kesehatan apabila ditemukan adanya tanda-tanda bahaya tersebut pada kehamilannya, ibu rumah tangga dapat membuat larutan gula garam  untuk anaknya yang terkena diare sebelum dibawa ke petugas kesehatan, dan sebagainya.
5.      Gerakan Masyarakat (Community Action)
Gerakan masyarakat dalam hal ini adalah upaya untuk memandirikan individu, kelompok, dan masyarakat agar berkembang kesadaran, kemauan, dan kemampuannya di bidang kesehatan dengan kata lain agar masyarakat secara proaktif mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri. Gerakan masyarakat untuk kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan di masyarakat dalam mewujudkan kesehatan mereka. Tanpa adanya kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, maka tidak akan terwujud perilaku yang kondusif untuk kesehatan, misalnya : jimpitan beras untuk mendukung kegiatan kebersihan di masyarakat, pos pelayanan terpadu untuk mendukung kesehatan ibu hamil, bayi serta balita dan sebagainya.

C.    PENDEKATAN MEDIKAL
Pendekatan yang melibatkan kedokteran untuk mencegah atau meringankan kesakitan, dengan menggunakan metode persuasive maupun peternalistik. Adapun tujuannya adalah terbebas dari penyakit dan kecacatan yang didefenisikan secara medis seperi penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung. Sebagai contoh :memberitahu orang tua agar membawa anak mereka untuk diimunisasi (mencegah terhadap penyakit infeksi), mengajak wanita yang sudah menikah tanpa memandang usia untuk melakukan pap smear (mencegah kanker), dan sebagainya.

D.    PENDEKATAN PERUBAHAN PERILAKU
Perilaku adalah respons yang terdiri atas respons motorik, respons fisiologis, respons kognitif, dan respons efektif. Tujuannya adalah mengubah sikap dan perilaku individu maupun masyarakat supay mereka meniru perilaku hidup sehat. Orang yang menerapkan pendekatan ini menganggap bahwa gaya hidup sehat merupakan contoh yang paling baik bagi klien atau masyarakat supaya masyarak berperilaku hidup sehat. Selain itu, tanggung jawab mereka untuk mendorong masyarakat agar mengadopsi gaya hidup sehat seperti yang dianjurkan, misalnya : berolahraga, makan makanan yang sehat, tidak merokok, memelihara gigi, dan sebagainya.

E.     PENDEKATAN EDUKASI
Pendidikan adalah upaya persuasive atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Inforamsi tentang kesehatan disajikan, kemudian masyarakat dibantu untuk menggali nilai dan sikap sehingga mereka dapat membuat keputusan sendiri untuk mengadopsi praktik kesehatan yang baru sesuai dengan informasi kesehatan yang diberikan. Orang yang mendukung pendekatan ini akan member arti tinggi proses pendidikan dan akan menghargai individu untuk memilih perilaku sendiri.
          Tujuannya adalah memberikan informasi dan memastikan pengerahuan dan pemahaman masyarakat tentang masalah kesehatan, serta menetapkan keputusan untuk mengubah perilaku atas dasar informasi kesehatan yang diberikan, misalnya : pekerja seks komersial diberi penyuluhan tentang kondom dalam mencegah HIV/AIDS, ibu hamil diberi penyuluhan tentang cara mengolah makanan yang baik dan benar, dan sebagainya.
F.     PENDEKATAN BERPUSAT PADA KLIEN
Tujuannya adalah bekerjasama dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, memilih dan membuat keputusan sesuai dengan kepentingan dan keinginan mereka. Klien dianggap sejajar, yakni mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berkontribusi serta mempunyai hak mutlak untuk mengontrol tujuan kesehatan mereka sendiri. Sebagai contoh : isu anti-merokok, dengan adanya isu tersebut masyarakat diharapkan dapat mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan kerjakan berkaitan dengan isu tersebut, dan sebagainya.
          Peran promotor kesehatan bertindak sebagai fasilitator untuk membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan mereka agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan masalah kesehatan yang mereka temui. Pemberdayaan diri masyarakat/klien merupakan sentral dari tujuan pendekatan berpusat pada klien.

G.    PENDEKATAN PERUBAHAN SOSIAL
Pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi untuk mengubah masyaarakat agar mempunyai komitmen pada kesehatan. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini dapat melakukan aksi politik atau social untuk mengubah lingkungan fisik dan social yang mendukung kesehatan.
          Adapun tujuannya adalah melakukan perubahan pada lingkungan fisik, social, dan ekonom, supaya mendukung lingkungan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan. Lingkungan fisik yang dimaksud misalnya air, tanah, dan udara, apabila salah satu dari lingkungan fisik tersebut tercemar maka dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan. Sebagai contoh : ibu hamil minum air yang berasal dari tanah yang tercemar oleh limbah pabrik dalam waktu lama, maka akan menyebabkan gangguan kehamilan dan gangguan janin; untuk mencegah supaya air tanah tidak tercemar limbah pabrik banyak aksi social yang dilakukan untuk mendukung supaya air tanah tidak tercemar, dan sebagainya.

H.    PENDEKATAN PROMOSI KESEHATAN
Berangkat dari pengalaman keberhasilan promosi kesehatan , termasuk penerapan strategi promosi kesehatan yang dirumuskan dalam Piagam Ottawa ini, maka peserta konferensi di Jakarta merumuskan pendekatan baru. Pendekatan baru promosi kesehatan yang dimaksud di dalam Deklarasi Jakarta ini adalah sebagai berikut :
Pendekatan Komprehensif
Pendekatan komrehensif yang dimaksud adalah melaksanakan kelima strateegi Ottawa Charter secara bersamaan dalam Promosi Kesehatan. Dalam melaksanakan promosi kesehatan akan lebih efektif bila kelima strategi tersebut digunakan secara bersama sesuai dengan sasarannya.
          Untuk strategi mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan yang mendukung, reorientasi pelayanan kesehatan ditujukan kepada para pembuat keputusan (sasaran tertier) dan tokoh masyarakat (sekunder). Sementara itu, untuk strategi memperkuat kegiatan masyarakat dan meningkatkan keterampilan perorangan, sasaran utamanya adalah masyarakat dalam berbagai jenis kelompok dan tatanan (sasaran primer), serta tokoh masyarakat (sasaran sekunder).
Pendekatan melalui Tatanan
Untuk lebih mengefektifkan dalam mengkomsumsi promosi kesehatan, pelaksanaan atau implementasinya diarahkan pada tatanan-tatanan (setting) tertentu. Tatanan-tatanan implementasi promosi kesehatan dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain sebagai berikut:
1.      Tatanan administrasi pemerintah, misalnya: kebupaten/kota, kecematan, desa atau kelurahan, pulau, dan sebagainya. Dari masing-masing tatanan administrasi pemerintah ini diharapkan terdapat program-program promosi kesehatan yang terfokus pada tingkat tatanan tersebut, misalnya: Provinsi Sehat, Kabupaten Sehat, Desa Sehat, dan sebagainya. Dalam Implementasi local, mungkin akan muncul misalnya: Sumatera Selatan Sehat, Prabumulih Sehat, Lahat Sehat, dan sebagainya.
2.      Institusi pendidikan: sekolah, madrasah, perguruan tinggi. Promosi Kesehatan di tatanan ini, diharapkan muncul program health promoting school atau sekolah yang mempromosikan kesehatan atau health promoting university, misalnya: usaha kesehatan sekolah, dan sebagainya.
3.      Institusi pelayanan kesehatan: rumah sakit, puskesmas, poloklinik, dan lain sebagainya.
Promosi kesehatan di tatanan institusi pelayana kesehatan, berarti menerapkan promosi kesehatan di rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, dan sebagainya. Pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit atau poliklinik bukan untuk mengurangi arti dari pelayanan kuratif dan rehabilitative, tetapi justru untuk menunjang pelayanan ini. Hal ini karena dengan melaksanakan promosi kesehatan di tempat-tempat pelayanan ini justru meningkatkan kualitass pelayanan.


DAFTAR PUSTAKA

Nesi Novita dan Yunetra Fransisca. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
http://pendekatan promosi kesehatan.com